Bagi seorang penghafal Al-Qur’an, pencarian ilmu dan kebijaksanaan adalah nafas kehidupan. Namun, di ranah ilmu yang luas, Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, menawarkan dimensi yang lebih dalam: ia bukan sekadar teks, tetapi mata air yang menghidupkan hati dan jiwa.

 

Dalam ceramahnya di Masjid Wadi Mubarak pada Kamis (28 Desember 2023), Dr. Didik Hariyanto, dosen Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak, berapi-api mengumandangkan betapa Al-Qur’an memiliki daya transformatif yang luar biasa. "Tidak ada kitab di muka bumi ini yang sanggup mengubah jiwa dan hati seseorang sedemikian rupa kecuali Al-Qur’an," tegasnya.

Ia mengajak para penghafal Al-Qur’an untuk "mencelupkan hati dan jiwa" mereka ke dalam ayat-ayat suci. Dengan begitu, terangnya, akan terpancar cahaya kearifan, kesabaran, dan keikhlasan yang tiada banding. "Ingatlah," pesan Dr. Didik, "tidak ada kemuliaan sejati yang bisa diraih kecuali dengan Al-Qur’an."

Lebih lanjut, ia mengutip hadis kenabian yang menyatakan bahwa Al-Qur’an dapat menjadi sebab kehinaan. Maknanya adalah kesungguhan mempelajari dan mengamalkan Al-Qur’an dapat memuliakan diri, bahkan membuka jalan menuju pencapaian spiritual yang tinggi.

Namun, Dr. Didik mengingatkan, kunci untuk membuka mata air kehidupan Al-Qur’an terletak pada hati dan niat. "Kita harus memurnikan hati dan niat kita," ujarnya. "Sucikan hati dari segala kesombongan dan kepentingan duniawi, semata-mata mencari rida Allah dalam setiap lembar Al-Qur’an yang kita baca dan resapi."

Hal ini berkaitan erat dengan konsep istiqomah, teguh dan berkesinambungan dalam kebaikan. "Orang yang istiqomah," papar Dr. Didik, "adalah mereka yang murni niatnya dan bersih hatinya. Sedangkan bagi mereka yang hatinya dipenuhi kekotoran dan niat yang tidak lurus, maka sangatlah berat untuk istiqomah dalam berbuat baik."

Al-Qur’an, seperti yang digaungkan Dr. Didik, bukanlah sekadar bacaan, tetapi panduan hidup. Menggelutinya bukan sekadar kewajiban, tetapi kehausan jiwa akan mata air kebijaksanaan dan kemuliaan. Semoga, para penghafal Al-Qur’an, sebagai generasi penerus umat Islam, dapat menjadi pelopor dalam menghidupkan kembali tradisi menggaji Al-Qur’an, bukan hanya dengan lisan, tetapi juga dengan hati dan amal yang shalih.

Oleh: Dr. Didik Hariyanto, Lc., M.P.I.